Banyak-banyaklah bertanya


Seringkali kita menemui berbagai situasi di mana kita merasa ragu atau bingung. Misalnya saat bekerja pada sebuah proyek kemudian banyak hal yang tidak kita pahami. Atau mungkin mempelajari konsep yang sulit dimengerti. Jalan keluar yang paling realistis adalah bertanya. Menanyakan topik itu kepada seseorang yang kita anggap bisa membantu. Karena akses kita kepada expert mungkin terbatas, bertanya kepada rekan, kolega, dan siapa saja tetap akan memberikan tambahan informasi dan sudut pandang yang berbeda. Idealnya begitu. Hanya saja, terkadang kenyataannya tidak demikian. Meskipun sangat mudah, banyak orang merasa ragu untuk bertanya. Mengapa? Merasa takut terlihat bodoh? Atau mungkin merasa gengsi? Merasa diri lebih berpengalaman? Lebih dahulu memakan asam garam kehidupan? Lebih senior? Atau karena terlalu percaya diri dengan asumsi dangkal yang dimiliki?
Di tulisan ini, Saya ingin mengingatkan kepada diri sendiri dan pembaca, mulailah terbuka dan banyak bertanya. Sesuatu berputar di luar sana dengan begitu cepatnya. Sementara kita semua sebenarnya hidup di dalam kerangkeng 'circle' kita masing-masing. Cara pandang dan pemahaman kita dibentuk oleh lalu lintas informasi yang berputar-putar di dalam 'circle' kita. Kita tidak cukup tahu sebelum benar-benar menanyakannya. Dengan bertanya, kita dapat memverifikasi dugaan kita, mengurangi kesalahan, dan memperoleh banyak sudut pandang.
Kita berpotensi merepotkan, makanya bertanya!
Salah satu bahaya terbesar dari tidak bertanya adalah asumsi yang salah. Ketika kita berasumsi tanpa menanyakan lebih lanjut, kita bisa saja salah memahami situasi atau informasi. Karena kita salah memahami situasi, jadinya kita bertindak menurut asumsi kita semata, yang boleh jadi malah menyusahkan orang lain. Kenapa? Karena kita merasa tindakan kita yang lebih benar. Sementara boleh jadi bagi orang di sekeliling kita, mereka merasa keputusan dan tindakan kita sangat mengganggu. Contoh sederhana yang mungkin sering kita alami di keluarga dan pertemanan, organisasi ataupun di lingkungan kerja adalah; kita merasa bahwa dengan selalu hadir dan terlibat dalam semua proses di perkumpulan, pertemanan, atau di organisasi itu berkontribusi positif terhadap orang lain. Padahal boleh jadi justru sebaliknya, mengganggu. Tidak percaya? Makanya bertanya. Mulailah tanyakan pandangan orang lain tentang mana yang benar dan baik menurut mereka, mana yang kurang baik. Dengan cara itu kita akhirnya sadar dan rela untuk mengoreksi asumsi kita yang memang boleh jadi keliru.
Kemampuan bertanya itu skill!
Ketika kita berani bertanya, kita menunjukkan ketertarikan dan keingintahuan yang bisa mengarah pada diskusi yang lebih mendalam dan bermanfaat. Dari diskusi yang lebih dalam itu bisa mengubah sesuatu secara mendasar. Yang awalnya kita pikir bahwa orang-orang senang dengan kita menyertai mereka dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, akhirnya kita tahu bahwa mereka lebih senang mengerjakannya secara mandiri tanpa keberadaan kita.
Karena bertanya punya pengaruh dan dampak yang sangat besar, makanya dia itu adalah skill. Gabungan soft skill dan hard skill. Soft skill karena melibatkan banyak emosi saat menjalaninya, memerlukan intuisi dan pengalaman yang banyak. Hard skill karena memang terdapat beberapa aturan yang jika diterapkan itu bisa menggali lebih jauh informasi dan mengefektifkan pembicaraan. Semisal teknik paraphrasing untuk mengerucutkan percakapan dan membuat lawan bicara selalu fokus pada topik yang kita inginkan (Ini sepertinya akan jadi topik dalam tulisan berikutnya) atau hard skill dengan tahu kapan menggunakan pertanyaan terbuka, kapan menggunakan pertanyaan tertutup, dan lain-lain.
Memilih banyak bertanya akan menurunkan ego
Bertanya bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk membangun koneksi dan relasi. Ketika kita bertanya kepada seseorang, terutama jika pertanyaan kita menunjukkan bahwa kita tertarik dan menghargai pendapat mereka, kita sedang membangun hubungan. Orang-orang cenderung lebih menghargai dan merasa lebih dekat dengan mereka yang menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang mereka katakan.
Sepanjang pengalaman pribadi dalam konteks bercakap, salah satu hal yang cukup efektif menaikkan ego adalah di saat kita banyak berbicara. Dengan kita mendominasi percakapan, kita secara tidak sadar dikuasai oleh ego untuk menuntut orang lain mendengarkan kita. Sebaliknya, dengan banyak bertanya sebenarnya kita menyediakan ruang besar kepada orang lain untuk membagikan pikiran dan pandangan mereka, dimana saat itu kita telah menurunkan ego untuk mendominasi percakapan.
*Tulisan ini dibuat sebagai pengingat, untuk penulis, diambil dari pandangan dan pengalaman penulis, selain menjadi arsip atas pikiran pribadi, semoga ini bermanfaat juga bagi pembaca.